Rabu, 30 Desember 2015

Kehebatan Zakat


Apa hikmah disyariatkan zakat? Salah satu hikmahnya adalah agar umat Islam memiliki kekuatan secara ekonomi. Atau dengan kata lain, hendaknya ada (banyak) dari kaum musimin yang memiliki kekayaan sehingga layak untuk membayar zakat. Hendaknya kaum muslimin berusaha untuk menjadi orang kaya sehingga orang-orang miskin semakin berkurang bahkan habis.

Zakat juga lah yang menjadi solusi bagi sebuah negara agar menjadi negara maju dan masyarakatnya sejahtera. Dengan zakat, angka kemiskinan akan semakin berkurang. Hal itu terbukti pada pemerintahan Islam di masa-masa awal. Bahkan ketika masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz tak ada seorang pun orang miskin yang berhak menerima zakat.

Zakat pulalah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme. Baik kapitalisme dan sosialisme sama-sama bermasalah karena mendzalimi umat. Kapitalisme membunuh orang miskin secara perlahan-lahan, kalau sosialisme membunuh kreatifitas dan etos kerja  masyarakat. Tapi dalam ekonomi Islam, hal itu tidak terjadi karena ada syariat zakat. Orang miskin dimotivasi dan dibantu untuk menjadi kaya. Kreatifitas dan etos kerja juga dijaga dengan baik.

Itulah kehebatan zakat. Itulah kehebatan Sistem ekonomi Islam. Itulah kehebatan agama Allah.



Surabaya, 31 Desember 2015

MEA dan Sertifikasi



MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) sebentar lagi akan dilaksanakan. Satu hari lagi. Besok. Karena sekarang tanggal 30 Desember, sedangkan MEA akan diberlakukan mulai 31 Desember 2015. Itu berarti, Indonesia akan memasuki era pasar bebas dengan negara-negara anggota ASEAN sebentar lagi.

Pertanyaannya, apa saja persiapan Indonesia untuk bisa bersaing dengan negara ASEAN? Yang saya ketahui, salah satu caranya adalah dengan memberikan sertifikat kewirausahaan kepada warga negara Indonesia. Sertifikat ini akan berlaku di 10 negara-negara ASEAN. Jadi dengan sertifikat tersebut, warga negara Indonesia bisa memperoleh pekerjaan dengan mudah di luar negeri.

Namun ironisnya, sejauh yang saya ketahui, pelaksaan ujian untuk mendapatkan sertifikat ini tidak berjalan “normal”. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena beberapa waktu lalu saya menjadi panitia acara itu. Namun hanya panitia kecil, yaitu penyedia tempat. Saat itu tempat kami dijadikan lokasi ujian tersebut. Jadi walau tak terlibat dalam banyak hal, namun sedikit banyak mengetahui bagaimana mekanisme pelaksanaan ujian ini. 

Mengapa saya menyebut tidak normal? Karena saya mendengar secara langsung bahwa peserta acara ini akan mendapatkan sertifikat dengan mudah, tidak perlu menjawab dengan serius. Nanti pasti lulus dan dapat sertifikat, asal tidak ada yang dikosongi. Nah, itu dia. 

Namun, saya berharap semoga apa yang saya ketahui ini hanyalah satu kasus saja, tidak terjadi pada yang lainnya. Sehingga, negara Indonesia benar-benar bisa menjadi negara yang siap dalam pasar bebas ini. SDM yang mendapat sertifikat seharusnya adalah-adalah yang memang punya kompetensi yang layak untuk bersaing dengan negara-negara ASEAN.


Surabaya, 20 Desember 2015

Sabtu, 29 Agustus 2015

Agar Kaya dan Berkah

Saudaraku, saya mau nulis tapi sedikit. Nggak apa-apa ya J

Saya ingin share apa yang saya pernah dapatkan dari apa yang pernah saya baca.

Begini, kalau kita mau kaya dan kekayaan kita penuh berkah maka caranya adalah dengan menggunakan konsep manajemen keuangan yang baik. Tidak harus muluk-muluk. Konsep manajemen keuangan yang  sederhana saja.

Setiap kita mendapat uang, berapun besarnya, hendaknya kita bagi menjadi tiga bagian; untuk belanja, untuk investasi, dan untuk sedekah. Kalau pak Iman Supriyono, konsultan strategic finansial menyarankan menggunakan rumus 80 10 10. 80 persen untuk belanja, 10 persen untuk investasi dan 10 persen untuk sedekah. Namun kalau pak Muhamim Iqbal, pemilik geraidinar.com dan penulis serta praktisi bisni Islam, menyarankan menggunakan konsep 1/3. Sepertiga harta digunakan untuk belanja, sepertiga yang kedua untuk investasi, dan sepertiga yang ketiga untuk sedekah.

Hm..Baik, itu aja dulu. Semoga bermanfaat. Semoga kita bisa mengatur keuangan kita dengan baik. J




Surabaya, 29 Agustus 2015

Berkembang dengan Manajemen Keuangan yang Baik

Saudaraku, sewaktu kecil kita mungkin menyaksikan ada tetangga kita yang punya usaha kecil berupa warung kecil di samping rumahnya. Ketika kita besar, ternyata warung itu tetap kecil tak ada perkembangan. Pertanyaannya, mengapa warung itu tetap kecil dan tak ada perkembangan?

Kalau menurut Iman Supriyono, salah satu konsultan Strategic Financial, hal itu disebabkan tidak berjalannya manajemen keuangan yang baik. Penjual warung itu mengambil seluruh keuntungan dari hasil jualannya untuk keperluan sehari-hari alias untuk belanja. Dia tidak menggunakan sebagian keuntungannya untuk memperbesar usaha warungnya. Akibatnya, warungnya tidak ada peningkatan dan tidak terjadi penambahan jumlah warung. Hanya warung itu saja. Tidak ada warung yang lain.

Nah, konsep ini berlaku juga dengan usaha-usaha yang lain, tidak hanya warung. Baik berupa toko, perusahaan, pabrik, dll. Kalau mau usaha-usaha tersebut semakin berkembang dan besar maka harus berani menyisihkan sebagian keuntungannya setiap bulan untuk membesarkan usahanya, tidak hanya untuk belanja.

Konsep ini juga bisa diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita bisa menerapkan manajemen keuangan dalam diri kita. Setiap uang yang kita dapatkan, misalnya gaji yang didapat setiap bulan, kita bagi uang itu menjadi tiga bagian. Pertama untuk konsumsi, kedua untuk investasi, dan yang ketiga untuk sedekah.

Walaupun gaji yang didapatkan bertambah banyak di setiap tahunnya, hendaknya jumlah pengeluaran untuk konsumsi tetap sama, tidak ikut bertambah banyak sebagaimana besar gaji. Misalnya, pada tahun 2014 gaji yang didapatkan setiap bulannya adalah dua juta, sementara jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah satu juta. Maka ketika pada tahun berikutnya, tahun 2015 gaji yang didapatkan misalnya bertambah menjadi tiga juta, maka usahakan pengeluarannya tetap sama dengan tahun 2014 yaitu sebesar satu juta. Dengan cara ini, maka jumlah sisa gaji kita pada tahun 2014 dan 2015 akan berbeda. Kalau pada tahun 2014 jumlah sisa gaji kita sebesar satu juta (dua juta dikurangi satu juta), maka tahun 2015 jumlah sisa gaji yang kita miliki menjadi dua juta (tiga juta dikurangi satu juta).

Nah, kalau sisa gaji itu (setelah dikurangi sedekah) digunakan untuk investasi, maka setiap tahun investasi kita akan semakin besar. Sehingga gaji kita tidak habis hanya untuk konsumsi saja. Dan, keuangan kita juga akan meningkat. J

Kalau dalam teori hal itu sangat mudah dilakukan. Tapi kalau dalam prakteknya, wow, sangat susah untuk diterapkan. Namun ada seorang motivator yang mengatakan bahwa sesuatu yang sulit itu masih bisa dilakukan.

Hm..semoga penjelasan saya tidak membingungkan. Sedikit bocoran, apa yang saya tulis berdasarkan apa yang saya pahami dari tulisan pak Iman Supriyono yang tadi saya sebut namanya di atas. Jadi kalau belum paham, bisa merujuk kepada tulisan beliau langsung. Hehe.

Semoga bermanfaat J




Surabaya, 28 Agustus 2015

Mengapa Mengimpor Sapi?

Saudaraku, beberapa waktu lalu saya membaca sebuah berita tentang kebijakan yang digunakan oleh  menteri perdagangan yang baru di era presiden Jokowi ini. Berbeda dengan kebijakan menteri perdagangan sebelumnya (sebelum terjadi reshufle), kali ini menteri yang baru menerapkan kebijakan mengimpor sapi. Alasannya, karena terdapat mafia yang menyebabkan harga daging sapi di pasaran menjadi mahal. Solusinya, pemerintah Indonesia mengimpor sapi dari luar negeri sehingga harga sapi normal kembali.

Menurut saya, solusi tersebut bukanlah solusi yang baik. Mengapa? Karena permasalahannya terletak pada mafia. Jadi pemerintah seharusnya berupaya menindak mafia tersebut, bukan dengan menggunakan sapi dari negara lain.

Adalah sesuatu yang ironis, jika pemerintah Indonesia mengimpor produk/barang yang sebenarnya  bisa dihasilkan dari dalam negeri. Kalau barang-barang elektronik semacam mobil motor, handphone, dan lain-lain mungkin adalah seuah kewajaran jika pemerintah mengimpornya dari negara lain. Tapi kalau pemerintah juga mengimpor sapi, beras, kedelai, dan lain-lain maka ini merupakan sebuah musibah. Kalau hasil ternak dan tani tersebut  diimpor ari luar negeri, bagaimana dengan nasib para petani dan peternak lokal?

Apalagi, sebentar lagi yaitu mulai 31 Desember 2015, akan dimulai perdagangan bebas bernama MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Kalau pemerintah tidak hati-hati dalam membuat kebijakan, maka negara ini akan terjual. Negara ini akan kalah bersaing.


Hm...itulah unek-unek saya kali ini sebagai analis pemula. Hehe. 



Surabaya, 25 Agustus 2015

Sabtu, 22 Agustus 2015

Teori dan Praktek di Bank Syariah masih Berbeda?

Saudaraku, saya tertarik untuk menulis tentang berbedanya antara konsep yang ditawarkan oleh para teoritis dengan apa yang dilakukan oleh para praktisi, khususnya dalam bidang perbankan syariah.

Beberapa hari yang lalu, saya mendatangi salah satu bank syariah di Surabaya untuk mengurus ATM saya yang hilang. Setelah urusan selesai, saya membaca brosur yang berisi penawaran untuk melakukan salah satu produk yang ada di bank tersebut, yaitu deposito mudharabah. Saya sempat bertanya kepada teller yang waktu itu bertugas dan saya mendapatkan jawaban yang membuat saya bertanya-tanya dalam hati.

Begini, sebagaimana diketahui bahwa deposito adalah tabungan berjangka. Bisa satu bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan lain-lain. Setelah habis jangka waktu itu, nasabah bisa mengambil tabungannya atau juga bisa memperpanjang.

Nah, untuk di bank syariah, karena tidak ada sistem bunga maka dilakukan akad jual beli. Dalam bank yang saya bicarakan di atas menggunakan akad mudharabah, yaitu sistem bagi hasil.

Dalam teori, misalnya saya sebagai nasabah ingin mengikuti transaksi deposito mudharabah ini, maka saya disebut sebagai shahibul maal alias pemilik dana, sedangkan bank disebut sebagai mudharib atau pihak yang mengelola dana tersebut. Hanya saja karena bank tidak diperbolehkan dalam peraturan untuk melakukan suatu usaha (dan memang fungsi bank hanyalah sebagai pihak perantara), maka bank kemudian bekerjasama dengan pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa berusaha perusahaan atau perorangan. Nah, uang yang saya serahkan ke bank tadi kemudian oleh bank diserahkan kepada suatu perusahaan untuk digunakan sebagai modal dalam usaha. Setelah uang itu digunakan untuk usaha, maka diperolehlah keuntungan, dan keuntungan itu kemudian dibagi sesuai dengan kesepakatan. Bisa 50: 50, 60:40, atau yang lainnya. Begitulah menurut teori yang ditawarkan oleh para akademisi.

Namun, ketika saya tanya kepada teller tersebut, apakah saya sebagai shahibul maal (pemilik dana) boleh mengetahui jenis usaha yang dikelola oleh pihak ketiga? Ternyata teller itu menjelaskan bahwa sebagai nasabah kita tidak perlu mengetahui hal itu. Kita nanti hanya mengetahui berapa rupiah keuntungan yang kita dapatkan.

Sepulang dari bank, saya pun berdiskusi dengan teman tentang hal ini. Teman saya pun mengatakan bahwa sudah menjadi rahasia umum, bahwa pihak bank sebenarnya tidak melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan usaha. Menurutya, pihak bank memberikan keuntungan nasabah melalui transaksi lain yang dilakukan oleh bank, yaitu akad murabahah. Jadi keuntungan yang didapat dari transaksi murabahah, kemudian dijadikan keuntungan untuk transaksi mudharabah. Wah, wah, wah, berarti sebenarnya masih belum syariah dong. Semestinya kan keuntungan yang diberikan kepada nasabah dalam deposito mudharabah harus berasal dari sebuah usaha.

Sebenarnya saya pribadi masih belum mengetahui secara pasti, apakah memang seperti itu realitanya. Hanya saja, ketika saya berdiskusi dengan teman yang lain, ia mengatakan bahwa ada kemungkinan mengapa teller tersebut menjelaskan seperti demikian. Pertama, karena memang tidak usaha semacam itu (sebagaimana pendapat teman saya yang pertama). Kedua, teller itu tidak tahu mengenai hal itu karena hanya atasannya yang tahu.

Hm..entahlah. Tampaknya, aplikasi dalam lapangan belum sesuai teori karena masih sulit diterapkan. Namun, Setidaknya sudah ada upaya untuk melakukan transaksi sesuai syariah walau hal itu belum benar-benar sesuai 100%. Saya pun teringat kata-kata dosen saya sewaktu di kelas bahwa penerapan ekonomi syariah masih butuh perjuangan. "Makanya, jadilah pejuang ekonomi syariah", kata beliau. Hm...

Yah, perjuangan. Terutama memperjuangkan agar antara teori dengan praktek di lapangan benar-benar sesuai. :)



Surabaya, 23 Agustus 2015   

Senin, 08 Juni 2015

Tugas #1

Rangkuman
Oleh: Luqman Hakim

Judul:

“Earnings Management:Evidence Concerning Shariah-approved Companies in Malaysia”


Bab 1 (Pendahuluan)

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji apakah terdapat pengelolaan laba pada perusahaan-perusahaan syariah Malaysia, dan, jika memang demikian, berarti  terdapat sejumlah pengelolaan laba di perusahaan-perusahaan tersebut. Sebagai tambahan, penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah praktek tata kelola perusahaan dan/atau karakteristik khusus perusahaan yang menjadi faktor penentu dalam pengelolaan laba. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikembangkan  pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini:
1.      Apakah terdapat pengelolaan laba di perusahaan-perusahaan syariah Malaysia?
2.      Apa saja ruang lingkup pengelolaan laba di perusahaan-perusahaan syariah Malaysia?
3.      Apa hubungan antara praktek kelola perusahaan (yang dipresentasikan oleh kebebasan dewan pengurus, ukuran dewan pengurus, dualitas CEO, keahlian dewan pengurus, rangkap jabatan direktur, kepemilikan manajerial, penggajian direktur, para direktur Malaysia, ukuran AC, kebebasan AC, AC Malaysia, frekuensi pertemuan AC, ahli keuangan AC, dan kepemilikan institusional) dan pengelolaan laba pada perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia?
4.      Apa hubungan antara karakteristik khusus perusahaan (yang dipresentasikan oleh ukuran, leverage, pertumbuhan, dan profatibilitas) dan jenis-jenis industri dengan pengelolaan laba di perusahaan-perusahaan Malasyia?

Bab 2 (Pasar Modal Malaysia, Legislasi, dan Tata Kelola Perusahaan)

Bab ini menyajikan latar  belakang keberadaan pasar modal di malaysia, legislasi, dan tata kelola perusahaan. Poin pertama menyajikan formasi dan fungsi tiga lembaga pengatur utama pasar modal: Bursa Malaysia Berhad, Komisi Sekuritas, dan Otoritas Pelayanan Keuangan Labuan Offshore. Poin kedua meninjau tentang perkembangan lembaga pengatur pada pasar modal Islam Malaysia, dan proses seleksi untuk mendapatkan status sebagai lembaga syariah yang mendapatkan izin. Sebagai tambahan, poin ini menyajikan dan mengilustrasikan fakta-fakta dan gambaran produk pasar modal Islam di Malaysia. Poin ketiga menyajikan perkembangan tata kelola di Malaysia sejak tahun 1960-an, dan meninjau sandi tata kelola perusahaan Malaysia 2000 dan amandemen berikutnya.

Bab 3 (Kajian Pustaka)

    Bab ini menyajikan literatur yang relevan mengenai pengelolaan laba dan tata kelola perusahaan. Bab ini secara khusus juga meninjau dan membicarakan karakteristik dewan direktur dan komite pemeriksa keuangan yang relevan dalam hubungannya dengan pengelolaan laba. Sebagai tambahan, literatur terdahulu terhadap perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia dan di negara-negara Islam lainnya juga dibicarakan.
Pada Poin 3.1 mendiskusikan tentang beberapa pengertian mengenai manajemen laba, lalu dilanjutkan pada poin 3.2 yang membahas penelitian terdahulu tentang manajemen laba. Kemudian pada poin 3.3 membahas tentang penelitian terdahulu mengenai manajemen laba yang ada di Malasyia, dan pada poin 3.4 membahas tentang penelitian terdahulu mengenai manajemen laba di berbagai negara Islam (selain di Malaysia). Poin 3.5 dikuhususkan pada pembahasan tentang tata kelola perusahaan. Poin 3.6 mendiskusikan tentang penelitian terdahulu mengenai tata kelola perusahaan dan manajemen laba, termasuk tata kelola internal dan eksternal. Pada poin terakhir, 3.7 membahas tentang penelitian terdahulu mengenai lembaga syariah yang disetujui di Malaysia.


Bab 4 (Kerangka Teori dan pengembangan Hipotesis)

Bab ini mengembangkan dan mempresentasikan hipotesis yang berhubungan dengan tiga objek utama dalam penelitian ini. Hipotesis yang berhubungan dengan pengelolaan laba oleh lembaga keuangan syariah di Malaysia telah didiskusikan pada poin pertama. Hipotesis yang berhubungan dengan karakteristik dewan redaksi, karakteristik komite pemeriksa keuangan, dan para investor institusional sebagai faktor penentu dalam pengelolaan laba telah didiskusikan pada poin terakhir. Dari pembahasan tersebut diperoleh 20 hipotesis yang dijabarkan dalam pernyataan-pernyataan.
            Keduapuluh hipotesis (hipotesis nol) tersebut adalah:
H01: Perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia tidak mengatur laporan laba mereka
H02: Tidak ada hubungan antara proporsi kebebasan direktur dan  pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H03: Tidak ada hubungan antara ukuran dewan pengurus dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H04: Tidak ada hubungan antara dualitas CEO dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H05: Tidak ada hubungan antara keahlian keuangan yang dimiliki dewaan pengurus dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H06: Tidak ada hubungan antara rangkap jabatan dewan direktur dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H07: Tidak ada hubungan antara persentase kepemilikan manajerial dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H08: Tidak ada hubungan antara penggajian direktur dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H09: Tidak ada hubungan antara proporsi direktur Melayu dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H010: Tidak ada hubungan antara ukuran komite pemeriksa keuangan dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H011: Tidak ada hubungan antara proporsi kebebasa direktur atas komite pemeriksa keuangan dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H012: Tidak ada hubungan antara frekuensi pertemuan komite pemeriksa keuangan dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H013: Tidak ada hubungan antara keahlian keuangan yang dimiliki komite pemeriksa keuangan dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H014: Tidak ada hubungan antara proporsi direktur Melayu atas komite  pemeriksa keuangan dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H015: Tidak ada hubungan antara proporsi kepemilikan institusional dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H016: Tidak ada hubungan antara ukuran perusahaan dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H017: Tidak ada hubungan antara leverage (solvabilitas) dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

 H018: Tidak ada hubungan antara pertumbuhan perusahaan dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

H019: Tidak ada hubungan antara profitabilitas perusahaan dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia

 H020: Tidak ada hubungan antara jenis industri dan pengelolaan laba pada perusahaan syariah di Malaysia


Bab 5 (Metodologi Penelitian)

Bab ini berisi metodologi penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis dan validitas data dalam penelitian ini. Hal itu dimulai dengan pembahasan mengenai seleksi sampel;  yaitu penyediaan justifikasi untuk kriteria penyeleksian sampel, diikuti dengan ukuran sampel, teknik sampel, dan metode pengumpulan data. Permasalahan dalam penyaringan data seperti hilangnya data, outlier, normalitas dan transformasi yang kemudian ditinjau ulang. Di bawah pengukuran pengelolaan laba, penjelasan yang rinci telah diadakan bagaimana 3 model (jones model, modified jones model, dan performance matched model) yang digunakan untuk memperoleh kebebasan menentukan figur akual. Pada akhirnya, analisis regresi yang digunakan untuk menentukan pengelolaan laba bersama-sama dengan asumsi beberapa analisis yang dijelaskan.


Bab 6 (Hasil dan Diskusi)

   Bab ini mempresentasikan hasil empiris berdasarkan hipotesis dan metodologi penelitian sebagaimana dibicarakan dalam bab 5 dan 6 secara berturut-turut. Tiga model pengelolaan laba; yaitu jones model, modified jones model, dan performance matched model digunakan untuk menguji gabungan antara variabel yang berhubungan dan pengelolaan laba. Beberapa analisis tambahan yang dilakukan adalah untuk menguji stabilitas dan ketahanan penemuan.
   Fakta-fakta dalam pengelolaan laba pada lembaga keuangan syariah di Malaysia telah ditemukan, yang berhubungan dengan karakteristik tata kelola perusahaan dan karakteristik yang spesifik dalam perusahaan. Deskripsi statistik, analisis univariate dan analisis multivariate dilakukan untuk menyediakan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini (sebagaimana dinyatakan dalam bab pertama). Semua data diuji sebelum dianalisis, dan asumsi dasar yang mendasari analisis regresi berganda juga diuji. Analisis awal menggunakan uji univariate yang menghasilkan pengertian yang mendalam dalam hubungan antara variabel dependen dan independen dan beberapa analisis regresi berganda digunakan agar menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam hipotesis (sebagaimana dinyatakan dalam bab 4).
   Dengan mematuhi pengelolaan laba, penelitian ini menghasilkan keterangan/fakta di atas rata-rata, perusahaan (lembaga keuangan) syariah mengatur laporan laba mereka. Hasil negatif yang konsisten bermakna bahwa nilai DACC yang dihasilkan untuk seluruh 3 model yang mengindikasikan bahwa, pada umumnya, perusahaan-perusahaan tersebut mengatur pendapatan (laba) mereka melalui berkurangnya pendapatan akrual.
   Analisis regresi secara konsisten menunjukkan bahwa ada hubungan negatif secara signifikan antara dewan direktur dan manajemen keuangan.
   Analisis awal menunjukkan bahwa kebebasan komite pemeriksa keuangan dan keahlian memiliki hubungan positif secara signifikan dengan pengelolaan laba. Hasil analisis yang lebih mendalam menunjukkan bahwa kebebasan yang dimiliki para direktur terhadap komite pemeriksa keuangan tidak memiliki dampak yang  signifikan terhadap pengelolaan laba. Adapun kalau memiliki satu anggota komite pemeriksa keuangan dengan keahlian dalam bidang keuangan, sebagaimana dianjurkan oleh MCCG 2000, dilakukan sebagai mekanisme kontrol dan efektif dalam mengurangi pengelolaan laba.
   Analisis yang lebih mendalam juga menyatakan bahwa proporsi para direktur di Malaysia atas komite pemeriksa keuangan memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan penurunan pendapatan akrual. Hal ini menghasilkan keterangan (fakta) bahwa memiliki anggota komite pemeriksa keuangan yang banyak di Malaysia  mempengaruhi kinerja perusahaan dan memiliki peranan yang signifikan dalam mengurangi pengelolaan laba.
   Sebagai tambahan, hubungan yang signifikan antara dewan pengurus dan pengelolaan laba ditemukan. Penjelasan yang memungkinkan adalah dengan jumlah direktur yang banyak, berkompromi pemahaman tujuan bersama dalam tingkatan yang terkontrol dibutuhkan, yang akan menghasilkan dampak positif pada pengelolaan laba.
   Konsisten dengan penelitian terdahulu, ada beberapa hubungan yang signifikan antara ukuran perusahaan, leverage (solvabilitas), pertumbuhan, profitabilitas dan klasifikasi industri, dan pengelolaan laba. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa karakteristik perusahaan yang spesifik menjadi faktor penentu yang signifikan terhadap pengelolaan laba.
   Terdapat hubunngan bukti (keterangan/fakta) yang tidak cukup antara proporsi kebebasan direktur, dualitas CEO, persentase kepemilikan manajerial, penggajian direktur, proporsi kebebasan direktur terhadap komite pemeriksa keuangan, frekuensi pertemuan komite pemeriksa keuangan, proporsi kepemilikan institusional, dan pengelolaan laba. Dengan begitu,  H02, H04, H07, H08, H011, H012, dan H015 tidak bisa ditolak.
   Walau bagaimanapun,   H01, H03, H05, H06, H09, H010, H013, H014, H016, H017, H018, H019, dan H020 ditolak. Ini mengindikasikan bahwa terdapat pengelolaan laba di antara perusahaan-perusahan syariah di Malaysia, di mana faktor penentu yang ditemukan adalah: ukuran dewan pengurus, ahli keuangan dalam dewan pengurus, rangkap jabatan direktur, proporsi direktur-direktur di Malaysia, ahli keuangan dalam komite pemeriksa keuangan, proporsi direktur-direktur di Malaysia atas komite pemeriksa keuangan, ukuran perusahaan, leverage, pertumbuhan perusahaan, profabilitas perusahaan, dan jenis-jenis industri.


Bab 7 (Kesimpulan)

Agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian sebagaimana disebutkan dalam bab I, penelitian ini menguji sampel perusahaan syariah yang terdapat di Bursa Malasyia selama periode Januari 2003 sampai Desember 2007. Ukuran sampel telah dikalkulasi menggunakan rumus yang disarankan oleh Krejcie dan Morgan (1970) dan tabel untuk ukuran sampel sebagaimana disarankan oleh Sekaran (2003).
   Sampel terakhir dari 185 perusahaan selama lima tahun (totalnya adalah 925 observasi) dipilih dari daftar perusahaan-perusahaan yang tidak termasuk dalam sektor keuangan, perusahaan yang tidak diakui sebagai perusahaan syariah, perusahaan penawaran publik, perusahaan yang mangubah nama mereka dan/atau tahun keuangan, perusahaan yang tidak lagi terdaftar, dan perusahaan yang pengungkapan keuangan dan tata kelola perusahaan tidak lengkap. Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel ini dipilih dari total populasi yang memenuhi syarat menggunakan sampel secara acak (untuk tahap pertama) dan sampel secara sistematis (untuk tahap dua).
   Penemuan utama dalam penelitian ini terkategorikan dalam 3 hal; yaitu pengelolaan laba pada perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia, praktek tata kelola perusahaan dan pengelolaan laba, serta karakteristik perusahaan dan pengelolaan laba.

1.      Pengelolaan Laba Pada Perusahaan-Perusahaan Syariah Di Malaysia
Pada sisi pengelolaan laba pada perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia ada dua poin penting.
Pertama, hasil penelitian menunjukkan bahwa model-model yang terdapat dalam literatur digunakan dan telah menghasilkan estimasi yang masuk akal dan terspesifikasi dengan baik.
Kedua, hasil negatif yang konsisten bermakna bahwa nilai DACC yang dihasilkan untuk seluruh 3 model yang mengindikasikan bahwa, pada umumnya, perusahaan-perusahaan tersebut mengatur pendapatan (laba) mereka melalui berkurangnya pendapatan akrual.

2.      Praktek Tata Kelola Perusahaan Dan Pengelolaan Laba
Pada sisi pengelolaan laba pada perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia ada beberapa poin penting.
Pertama, jabatan direktur yang banyak dalam dewan pengurus adalah faktor penentu yang signifikan dalam pengelolaan laba pada perusahaan-perusahan Syariah di Malaysia.
Kedua, asosiasi antara pengelolaan laba dengan kebebasan komite pemeriksa keuangan dan keahlian dalam komite pemeriksa keuangan menyiratkan bahwa bahwa pembentukan komite pemeriksa keuangan pada pasar modal Islam tidak efektif dalam memonitoring pengelolaan laba.
Ketiga, terdapat kemungkinan bahwa memiliki ahli keuangan lebih dari satu dapat mengakibatkan anggota komite pemeriksa keuangan menjadi tidak efektif dalam menjalankan tugas mereka.
Keempat, ukuran dewan pengurus merupakan faktor penentu yang penting dalam pengelolaan laba pada perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia.
Kelima, hasil yang signifikan dalam pengurangan pendapatan akrual menghasilkan fakta bahwa memiliki anggota mayoritas orang Malaysia/muslim pada komite pemeriksa keuangan mempengaruhi tingkah laku dan tindakan perusahaan sesuai dengan ajaran Islam.
Keenam, diragukan bahwa pemenuhan/kerelaan hanyalah memenuhi syarat daripada untuk mencapai tujuan dari persyaratan-persyaratan ini.

3.      Karakteristik Perusahaan dan Pengelolaan Laba
Pada sisi Karakteristik Perusahaan Dan Pengelolaan Laba  ada tiga poin penting.
Pertama, ukuran dan pertumbuhan perusahaan juga menjadi faktor penentu penting dalam pengelolaan laba pada perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia.
Kedua, leverage (solvabilitas) dan profitabilitas juga menjadi faktor penentu dalam pengelolaan laba pada perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia.
            Ketiga, klasifikasi industri merupakan penentu lainnya dalan pengelolaan laba pada pada perusahaan-perusahaan syariah di Malaysia.