Saudaraku, saya sekarang ini saya akan menuliskan sesuatu
yang mungkin Cuma sedikit. Tapi tak mengapa, saya tetap berharap apa yang saya
tuliskan ini bermanfaat untuk kita semua. Amiin.
Saya tadi membaca buku karangan Adiwarman A. Karim yang
berjudul “Ekonomi Makri Islami”. Tapi saya lebih tertarik membaca bagian
belakang yang berupa artikel dan ternyata ditulis oleh orang lain yang bernama
Hasanuddin M.Ag. Tulisan itu diletakkan pada sub-bab Appendiks Bab 4 berjudul “Sejarah Uang dalam
Islam”.
Menarik apa yang dituliskan dalam artikel ini. Disebutkan
bahwa uang dalam Islam memiliki banyak nama. Ada nuqud, atsman, fulus, sikkah,
dan umlah. Padahal yang saya tahu Cuma dua, yaitu nuqud dan fulus.
Ada yang lebih menarik dalam tulisan ini ketika menyoroti
dinar dan dirham dari segi fiqih. Ada dua kelompok besar dalam masalah ini.
Ada yang berpendapat bahwa emas dan perak (dinar dan dirham)
merupakan ketetapan dari Allah untuk dijadikan uang dalam Islam. Adapun selain
dinar dan dirham, tidak diperbolehkan. Ada 6 argumen yang disampaikan oleh
mereka.
Kelompok kedua
berpendapat bahwa uang tidak harus menggunakan dinar dan dirham, karena uang
adalah persoalan tradisi dan praktik yang digunakan oleh masyarakat dan tidak
terbatas hanya pada materi atau bahan tertentu. Argumen yang disampaikan juga
ada enam.
Lalu pada kesimpulan, penulis memilih pendapat yang kedua,
yaitu uang tidak harus berupa dinar dan dirham (terbuat dari emas dan perak).
Ada empat argumen yang disampaikan penulis. Salah satu argumennya adalah,
penggunaan emas dan perak sebagai uang ternyata hanya merupakan eksperimen dan
praktik yang sesuai dengan perkembangan. Selain itu, penggunaan uang pun telah
mengalami berbagai perkembangan sejak sebelum penggunaan emas dan perak; dan
tidak ada larangan baik dari al-Quran maupun hadits untuk menggunakan uangg
dengan bahan bukan emas dan perak sepanjang bisa berfungsi sebagai uang.
Surabaya, 13 November 2014






0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan jika mau komentar :)